Pendidikan pada dasarnya bertujuan
untuk membentuk peserta didik menjadi lebih baik. Oleh karena itu dibutuhkan
pembelajaran bernuansa bimbingan dan berorientasi perubahan perilaku. Guru
diharapkan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang dimiliki. Namun
mentransfer pula nilai-nilai yang baik yang terkandung dalam ilmu yang
disampaikannya.
Pencetus
pendidikan karakter di Barat adalah pedagog Jerman, FW Foerster (1869-1966).
Pendidikan karakter merupakan reaksi atas kejumudan pedagogi natural Rousseauian
dan instrumentalis pedagogi Deweyan, pedagogi puerocentris yang meletakan
pendidikan berdasarkan atas spontanitas anak-anak yang mewarnai eropa dan
amerika serikat abad ke-19.
Penguasaan Materi atau Bahan Ajar di kelas menjadi
landasan pokok seorang Guru atau tenaga pengajar untuk memiliki kemampuan
mengajar. Penguasaan Materi atau Bahan Ajar di kelas seorang Guru atau tenaga
pengajar dilakukan dengan cara membaca buku-buku pelajaran atau refrensi -
refrensi lainnya yang mendukung bahan ajar yang akan di sampaikan. Kemampuan
penguasaan Materi atau Bahan Ajar di kelas mempunyai kaitan yang erat dengan
kemampuan mengajar Guru atau tenaga pengajar, semakin dalam penguasaan seorang
Guru atau tenaga pengajar dalam Materi atau Bahan Ajar di kelas/bahan ajar maka
dalam mengajar akan lebih berhasil jika ditopang oleh kemampuannya dalam
menggunakan metode atau gaya dan cara mengajar.
Peran
Guru atau tenaga pengajar dalam Pelaksanaan Pembelajaran dan Manajemen Kelas:
1. Pembelajaran
yang efektif terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik baik sebagai
dampak instruksional maupun dampak pengiring. Proses pembelajaran berlangsung
dalam suatu adegan yang perlu ditata dan dikelola menjadi suatu lingkungan atau
kondisi belajar yang kondusif.
2. Pendekatan
pluralistik dalam manajemen kelas memadukan berbagai pendekatan, dan memandang
manajemen kelas sebagai seperangkat kegiatan untuk mengembangkan dan memelihara
lingkungan belajar yang efektif.
3. Masalah
pengajaran dan manajemen kelas adalah dua hal yang dapat dibedakan tetapi sulit
dipisahkan. Keduanya saling terkait; manajemen kelas merupakan prasyarat bagi
berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif.
4. Lingkungan
belajar dikembangkan dan dipelihara dengan memperhatikan faktor keragaman dan perkembangan
peserta didik. Manajemen kelas dikembangkan melalui tahap-tahap: perumusan
kondisi ideal, analisis kesenjangan, pemilihan strategi, dan penilaian
efektivitas strategi.
5. Penataan
lingkungan fisik kelas merupakan unsur penting dalam manajemen kelas karena
memberikan pengaruh kepada perilaku Guru atau tenaga pengajar dan peserta didik.
Di dalam
bidang pendidikan nilai/moral muncul kesadaran akan perlunya digunakan
pendekatan komperhensif yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu
membuat keputusan moral dan sekaligus memiliki perilaku yang terpuji berkat
pembiasaan terus-menerus dalam proses pendidikan. Pada dasarnya, pendekatan komperhensif
dalam pendidikan nilai dapat ditinjau dari segi metode yang digunakan, pendidik
yang berpartisipasi (guru, orang tua), dan konteks berlangsungnya pendidikan
nilai/moral (sekolah, keluarga).
Dalam
pendidikan nilai dan spiritualitas, pemodelan atau pemberian teladan merupakan
strategi yang biasa digunakan. Untuk dapat menggunakan strategi ini, ada dua
syarat yang harus dipenuhi. Pertama, guru atau orang tua harus berperan sebagai
model yang baik bagi murid-murid atau anak-anaknya. Kedua, anak-anak harus
meneladani orang-orang terkenal yang berakhlak mulia, misalnya Nabi Muhammad
saw.
Cara
guru dan orang tua menyelesaikan masalah secara adil, menghargai pendapat anak,
mengkritik orang lain secara santun, merupakan perilaku yang secara alami
dijadikan model oleh anak-anak. Demikian juga apabila guru dan orang tua
berperilaku yang sebaliknya, anak-anak juga secara tidak sadar akan menirunya.
Oleh karena itu, para guru dan orang tua harus hati-hati dalam bertutur kata
dan bertindak supaya tidak tertanamkan nilai-nilai negatif dalam sanubari anak.
1. Prinsip Umum
a. Bimbingan harus
berpusat pada individu yang di bimbingnya.
b. Bimbingan diberikan
kepada memberikan bantuan agar individu yang dibimbing mampu mengarahkan
dirinya dan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya.
c. Pemberian bantuan
disesuaikan dengan kebutuhan individu yang dibimbing.
d. Bimbingan berkenaan
dengan sikap dan tingkah laku individu.
e. Pelaksanaan bimbingan
dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan individu
yang dibimbing.
f. Upaya pemberian
bantuan harus dilakukan secara fleksibel.
g. Program bimbingan dan
konseling harus dirumuskan sesuai dengan program pendidikan dan pembelajaran di
sekolah yang bersangkutan.
h. Implementasi program
bimbingan dan konseling harus dipimpin oleh orang yang memiliki keahlian dalam
bidang bimbingan dan konseling dan pe;laksanaannya harus bekerjasama dengan
berbagai pihak yang terkait, seperti dokter psikiater, serta pihak-pihak yang
terkait lainnnya.
i.
Untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari upaya
pelayanan bimbingan dan konseling, harus diadakan penilaian atau ekuivalensisecara
teratur dan berkesinambungan.
2. Prinsip-Prinsip Khusus yang Berhubungan Dengan
Siswa
a. Pelayanan BK harus
diberikan kepada semua sisiwa.
b. Harus ada kriteria
untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan dan konseling kepada
individu atau siswa.
c. Program pemberian bimbingan dan konseling harus
berpusat pada siswa.
d. Pelayanan dan
bimbingan konseling di sekolah dan madrasah harus dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan beragam dan luas.
e. Keputusan akhir dalam proses BK dibentuk oleh siswa
sendiri.
f. Siswa yang telah memperoleh bimbingan, harus secara
berangsur-angsur dapat menolong dirinya sendiri.
3. Prinsip Khusus yang Berhubungan dengan
Pembimbing
a. Konselor harus
melakukan tugas sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
b. Konselor di sekolah
dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan pengalaman, dan
kemampuan.
c. Sebagai tuntutan
profesi, pembimbing atau konselor harus senantiasa berusaha mengembangkan
dirinya dan keahliannya melalui berbagai kegiatan.
d. Konselor hendaknya selalu
mempergunakan berbagai informasi yang tersedia tentang siswa yang dibimbing
beserta lingkungannya sebagai bahan yang membantu innsividu yang bersangkutan
kearah penyesuaian diri yang lebih baik.
e. Konselor harus
menghormati, menjaga kerahasiaan informasi tentang siswa yang dibimbingnya.
f. Konselor harus
melaksanakan tugasnya hendaknya mempergunakan berbagai metode yang sama.
4. Prinsip
yang Berhubungan dengan Organisasi dan Administrasi (Manajemen) Pelayanan
Bimbingan Konseling
a. bimbingan dan
konseling harus dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan.
b. Pelaksanaan bimbingan dan konseling ada di kartu
pribadi (commulative record) bagi setiap siswa.
c. program pelayanan
bimbingan dan konseling harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah atau
madrasah yang bersangkutan.
d. Harus ada pembagian
waktu antar pembimbing, sehingga masing-masing pembimbing mendapat kesempatan
yang sama dalam memberikan bimbingan dan konseling.
e. Bimbingan dan
konseling dilaksanakan dalam situasi individu atau kelompok sesuai dengan
masalah yang dipecahkan dan metode yang dipergunakan dalam mememcahkan masalah
terkait.
f. Dalam menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling, sekolah dan madrasah harus bekerja sama
dengan berbagai pihak.
g. Kepala sekolah atau
madrasah merupakan penanggung jawab utama dalam penyelenggaraan bimbingan dan
konseling di sekolah.
Dari uraian prinsip layanan bimbingan dan konseling secara umum jelas
bahwa pembelajaran matematika jika hanya jika guru matematika melaksanakan
prinsip prinsip layanan bimbingan dan konseling di dalam PBM Matematika, tujuan
dari pembelajaran matematika akan tercapai bahkan dapat memberikan dampak tiga
ranah pembelajaran yang diharapkan, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan.
(2012). “Hubungan antara Penguasaan Materi dan Kemampuan Mengajar di SD, SMP
dan SMU”. [Online]. Tersedia: http://www.blog-guru.web.id/2012/01/hubungan-antara-penguasaan-materi-dan.html yang direkam pada Januari 2012
09:05 GMT. [23 Maret 2015].
Qomaruzzaman,
Bambang. (2011). Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila. Bandung: Remaja
Rosadakarya.
Zuchdi,
Darmiyati. (2009). Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutirna.
(2014). “Pembelajaran Matematika Bernuansa Prinsip Layanan Bimbingan dan
Konseling Sangat Tepat untuk Pelaksanaan Kurikulum Matematika 2013”.
[Online]. Tersedia:
http://drhsutirnampd.blogspot.com/2014/01/pembelajaran-matematika-bernuansa.html yang direkam pada 17 Januari
2014. [23 Maret 2015].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar